Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alarn panas bumi yang luar biasa besar dan merupakan yang terbesar di Indonesia. Potensi panas bumi di Jawa Barat mencapai 5411 MW atau 20% dari total potensi yang dimiliki Indonesia. Sebagian potensi panas bumi tersebut bahkan telah dimanfaatkan untuk pembangkit listrik seperti:
* PI-TP Kamojang di dekat Garut, memiliki unit 1, 2, 3 dengan kapasitas total 140 MW. Potensi yang masih dapat dikembangkan sekitar 60 MW.
* PLTP Darajat, 60 km sebelah tenggara Bandung dengan kapasitas 55 MW
* PLTP Gunung Safak di Sukabumi, terdiri dari unit 1, 2, 3, 4, 5, 6 dengan kapasitas total 330 M1K
* PI-TP Wayang Windu di Pangalengan dengan kapasitas 110 MW.
Pemanfaatan energi panas bumi memang tidak mudah. Energi panas bumi yang umumnya berada di kedalaman 1.000-2.000 meter di bawah permukaan tanah sulit ditebak keberadaan dan "karakternya". Investasi untuk menggali energi panas bumi tidak sedikit karena tergolong berteknologi dan berisiko tinggi. Investasi untuk kapasitas di bawah satu MW, berkisar US$ 3.000-5.000 per kilowatt (kW). Sementara untuk kapasitas di atas satu MW, diperlukan investasi US$ 1.500-2.500 per kW. Tantangan selanjutnya adalah akibat sifat panas yang "site specific" kondisi geologis setempat. Karakter produksi dan kualitas produksi akan berbeda dari satu area ke area yang lain. Penurunan produksi yang cepat, sebagai contoh, merupakan karakter produksi yang harus ditanggung oleh pengusaha atau pengembang, ditambah kualitas produksi yang kurang baik, dapat menimbulkan banyak masalah di pembangkit. Misainya, kandungan gas yang tinggi mengakibatkan investasi lebih besar di hilir atau pembangkitnya.
Dalam pembangkitan listrik, harga jual per kWh yang ditetapkan PLN dinilai terialu murah sehingga tak sebanding dengan biaya eksplorasi dan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dalam hat ini, PLN tidak bisa disalahkan karena tarif dasar listrik yang ditetapkan pemerintah masih di bawah harga komersial, yaitu tuluh sen dollar AS per kWh.
Di sisi lain, adanya potensi panas bumi di suatu daerah biasanya di pegunungan dan terpencil-sering tak bisa dimanfaatkan karena kebutuhan listrik di daerah itu sedikit sehingga belum ekonomis untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan energi panas bumi tersebut.
Jumat, 12 Februari 2010
Pro dan Kontra Nuklir Sebagai Energi Baru
Bagi Indonesia, nuklir sebagai sumber energi terbarukan, memang layak diperhitungkan sebagai pembangkit listrik.
Bahkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah siap memanfaatkan tenaga nuklir ini sebagai sumber energi pembangkit listrik bila sewaktu-waktu pemerintah mengizinkannya.
Namun, di sisi lain, limbah nuklir juga jadi permasalahan yang tidak kecil, terutama bagi lingkungan sekitarnya.
Masalah nuklir bagi Indonesia sampai saat ini masih ada yang pro (mendukung) dan kontra (menolak). Ambil contoh, Greenpeace Indonesia, salah satu kelompok yang menolak mendesak Pemerintah Indonesia segera membatalkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang menurut rencana dimulai tahun 2010.
Juru Kampanye Iklim dan Energi untuk Greenpeace Indonesia, Nur Hidayati di Semarang, belum lama ini mengatakan, PLTN di sejumlah negara maju dengan pengamanan dan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi saja, masih menimbulkan masalah apalagi di negara berkembang.
Ia menyebutkan, insiden PLTN di Tokaimura, Jepang pada 1999, misalnya dua pekerjanya terkena radiasi dalam dosis mematikan. Kemudian tragedi Chernobyl pada 1986 yang menimbulkan ribuan korban.
Badan Keamanan Nuklir Perancis harus mengaktifkan pusat tanggap darurat pada 2003 menyusul curah hujan tinggi di bagian hilir Sungai Rhone, yang diikuti dengan penutupan darurat dua reaktor karena bahaya yang ditimbulkan banjir.
Pada tahun 2000, Pemerintah Inggris menyatakan fasilitas pemrosesan kembali bahan bakar nuklir di Sellafied mengalami kegagalan mendasar dalam prosedur keamanan.
Menurut Nur Hidayati, PLTN bukan alternatif tepat untuk menjawab krisis energi, apalagi sumber energi di Indonesia sangat beragam, mulai dari sinar Matahari, panas Bumi, air, angin, biomassa yang semuanya bisa dikonversi menjadi energi listrik yang terbarui (renewable).
\"Semua sumber energi terbarui tersebut memiliki potensi 5,9 lebih besar dari \'supply\' energi global saat ini,\" kata lulusan ITB tersebut seraya menyebutkan bahwa tenaga air memiliki potensi 75,67 GW dan panas bumi sebanyak 27 GW.
Indonesia, kata Nur, berdasarkan cetak biru energi pemerintah, pada tahun 2010 mulai membangun PLTN di semenanjung Muria, Jepara dan dijadwalkan enam tahun kemudian pada 2016 PLTN ini sudah bisa beroperasi dengan kapasitas 4.000 MW.
Ia menyebutkan, saat ini sebanyak 44 negara mengembangkan energi nuklir yang berpotensi untuk menghasilkan senjata nuklir hasil dari pengolahan limbah yang berbentuk plutonium.
Plutonium yang dihasilkan dari fasilitas sipil terus meningkat dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadi proliferasi. Pada 2003 sebanyak 230 ton plutonium dihasilkan dari fasilitas pemrosesan ulang komersial sedangkan plutonium yang dihasilkan dari pembuatan senjata nuklir sebanyak 250 ton.
\"Untuk membuat rudal nuklir hanya diperlukan lima kilogram plutonium. Bom nuklir yang menghancurkan Nagasaki pada 1945 dengan jumlah korban tewas 50.000 orang hanya mengandung 6,1 kilogram plutonium,\" katanya.
Mengutip Dirjen International Atomic Energy Agency (IAEA), Mohamed El Baradei, Nur Hidayati mengatakan, setiap negara yang memiliki kemampuan pengembangan bahan bakar nuklir secara utuh, dengan alasan apa pun mereka akan mampu membuat senjata nuklir hanya dalam hitungan bulan saja.
\"India, Pakistan, dan Korea Utara telah menggunakan fasilitas sipil mereka untuk mengembangkan senjata nuklir,\" katanya.
Mengingat energi nuklir menimbulkan risiko sangat tinggi terhadap lingkungan dan kehidupan, katanya, Greenpeace akan terus melawan upaya pembangunan PLTN.
\"Solusinya hanya satu, hentikan ekspansi PLTN dan menonaktifkan PLTN yang sudah ada. Gantikan PLTN dengan sumber energi terbarukan,\" kata Nur Hidayati.
Sudah siap
Menurut Suwondo Kusumo, Manajer Komunikasi PLN Distribusi Jawa Tengah/DIYogyakarta, PLN sudah siap melaksanakan pengoperasian nuklir sebagai sumber tenaga listrik, apalagi perusahaan ini baru saja merekrut orang yang kompeten di bidang tenaga nuklir.
Karena itu, kesiapan PT PLN untuk memanfaatkan tenaga nuklir sebagai sumber pembangkit listrik tak perlu diragukan lagi.
Namun demikian ia mengakui, wewenang penggunaan sumber energi itu ada di tangan pemerintah.
Sementara itu Kepala Biro kerjasama, hukum dan humas Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Ferhat Aziz, dalam seminar \"Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir, Solusi atau Masalah\", di Semarang, belum lama ini mengatakan, karena cadangan minyak dan gas di Indonesia semakin menipis, maka patut diupayakan pemanfaatan tenaga nuklir, termasuk pemanfaatan bagi energi pembangkit listrik.
Menurut dia, kebutuhan akan listrik di Indonesia diproyeksikan tumbuh sekitar 7,1 persen per tahun, dimana kapasitas listrik terpasang saat ini kurang dari 30.000 megawatt.
\"Pada tahun 2025 kebutuhan listrik di Indonesia diperkirakan akan mencapai sekitar 100 ribu megawatt, sementara cadangan gas alam, minyak bumi dan batu bara di Indonesia mulai menipis dan tidak akan bertahan lama,\" ujarnya.
Sedangkan tenaga nuklir dapat dikatakan akan memperpanjang ketersediaan sumber energi yang dibutuhkan manusia hingga ratusan tahun, karena cadangan uranium dunia relatif masih cukup banyak.
Mengenai pemanfaatan sumber daya energi terbarukan yang ada saat ini, seperti tenaga surya dan air, memang masih bisa ditingkatkan, namun ketersediaan sumber-sumber tersebut sangat terbatas.
Apalagi pemanfaatan sumber-sumber tersebut hingga saat ini masih terbentur pada efisiensi yang rendah dan kapasitas yang masih kecil.
Memang, terdapat beberapa faktor yang patut dipertimbangkan dalam pemanfaatan tenaga nuklir, pertama cadangan bahan bakar fosil kita yang terbatas perlu diamankan untuk generasi mendatang, kedua dibanding pembangkit listrik berbahan bakar fosil, PLTN dinilai lebih bersih karena tidak melepaskan gas buangan apapun ke udara, dan ketiga, secara ekonomis nuklir dapat bersaing dengan pembangkit listrik lain.
Oleh karena itu, katanya, PLTN yang rencananya akan dibangun di Tanjung Muria Jepara jangan sampai ditunda lagi karena kesiapan SDM dan infrastruktur lainnya telah dilakukan sejak jauh-jauh hari.
Sisakan masalah besar
Apakah mungkin tenaga nuklir jika dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik tidak membahayakan terhadap lingkungan sekitarnya? Pertanyaan semacam ini selalu menggelitik tokoh LSM lingkungan hidup dan juga pakar serta pemerhati lingkungan lainnya.
Menurut Guru Besar bidang Toksikologi Lingkungan Unika Soegijapranata, Budi Widianarko, pembangunan PLTN sebenarnya masih menyisakan masalah besar, yaitu limbah radioaktif dan risiko pencemaran.
Ia menuturkan, operasi sebuah PLTN, dari hulu hingga hilir berpotensi menghasilkan aneka macam limbah padat dan cair, sementara pembuangan limbah nuklir tersebut masih terkendala oleh rendahnya penerimaan masyarakat dan sejumlah masalah yang masih membutuhkan pemecahan.
\"Hingga saat ini, di seluruh negara pemilik reaktor nuklir, limbah nuklir masih disimpan dalam tempat penampungan sementara yang rata-rata hanya dapat bertahan sekitar 50 tahun,\" katanya.
Sedangkan seorang pengamat fisika nuklir eksperiman, Iwan Kurniawan, lebih menyoroti pada ketergantungan teknologi dan bahan bakar dari pemasok dari luar negeri dalam pembangunan PLTN.
Apalagi, menurut dia, dewasa ini santer terdengar isu embargo dari negara-negara maju terhadap Indonesia, sementara saat ini belum terjadi alih teknologi dalam operasional PLTN.
Menurut Suwondo Kusumo, sebenarnya di Indonesia sudah ada tenaga nuklir yang dioperasikan, yaitu di Serpong dan di Yogyakarta, akan tetapi bukan sebagai sumber energi listrik melainkan untuk penelitian dan mengubah warna batu.
Mengenai kemungkinan Indonesia menggunakan nuklir, staf pengajar Fakultas Teknik Industri Unika Soegijapranata, Slamet Riyadi, melihat belum ada kesiapan teknis, walaupun penggunakan nuklir akan menghasilkan tenaga yang lebih panjang umur sehingga lebih efisien.
Dengan berbagai sudut pandang ini, ada satu pertanyaan cukup menggelitik, mungkinkan PLTN di Indonesia segera terwujudkan? Kalau \"ya\", kapan? Apalagi Indonesia juga sudah ada tenaga ahli yang kompeten di bidang nuklir.
Mungkin tidak untuk saat ini, namun tidak ada salahnya jika sosialisasi nuklir sebagai sumber tenaga listrik terus dilakukan, termasuk upaya mengatasi limbahnya supaya tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia tentunya.
Bahkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah siap memanfaatkan tenaga nuklir ini sebagai sumber energi pembangkit listrik bila sewaktu-waktu pemerintah mengizinkannya.
Namun, di sisi lain, limbah nuklir juga jadi permasalahan yang tidak kecil, terutama bagi lingkungan sekitarnya.
Masalah nuklir bagi Indonesia sampai saat ini masih ada yang pro (mendukung) dan kontra (menolak). Ambil contoh, Greenpeace Indonesia, salah satu kelompok yang menolak mendesak Pemerintah Indonesia segera membatalkan rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah yang menurut rencana dimulai tahun 2010.
Juru Kampanye Iklim dan Energi untuk Greenpeace Indonesia, Nur Hidayati di Semarang, belum lama ini mengatakan, PLTN di sejumlah negara maju dengan pengamanan dan kesadaran masyarakat yang lebih tinggi saja, masih menimbulkan masalah apalagi di negara berkembang.
Ia menyebutkan, insiden PLTN di Tokaimura, Jepang pada 1999, misalnya dua pekerjanya terkena radiasi dalam dosis mematikan. Kemudian tragedi Chernobyl pada 1986 yang menimbulkan ribuan korban.
Badan Keamanan Nuklir Perancis harus mengaktifkan pusat tanggap darurat pada 2003 menyusul curah hujan tinggi di bagian hilir Sungai Rhone, yang diikuti dengan penutupan darurat dua reaktor karena bahaya yang ditimbulkan banjir.
Pada tahun 2000, Pemerintah Inggris menyatakan fasilitas pemrosesan kembali bahan bakar nuklir di Sellafied mengalami kegagalan mendasar dalam prosedur keamanan.
Menurut Nur Hidayati, PLTN bukan alternatif tepat untuk menjawab krisis energi, apalagi sumber energi di Indonesia sangat beragam, mulai dari sinar Matahari, panas Bumi, air, angin, biomassa yang semuanya bisa dikonversi menjadi energi listrik yang terbarui (renewable).
\"Semua sumber energi terbarui tersebut memiliki potensi 5,9 lebih besar dari \'supply\' energi global saat ini,\" kata lulusan ITB tersebut seraya menyebutkan bahwa tenaga air memiliki potensi 75,67 GW dan panas bumi sebanyak 27 GW.
Indonesia, kata Nur, berdasarkan cetak biru energi pemerintah, pada tahun 2010 mulai membangun PLTN di semenanjung Muria, Jepara dan dijadwalkan enam tahun kemudian pada 2016 PLTN ini sudah bisa beroperasi dengan kapasitas 4.000 MW.
Ia menyebutkan, saat ini sebanyak 44 negara mengembangkan energi nuklir yang berpotensi untuk menghasilkan senjata nuklir hasil dari pengolahan limbah yang berbentuk plutonium.
Plutonium yang dihasilkan dari fasilitas sipil terus meningkat dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadi proliferasi. Pada 2003 sebanyak 230 ton plutonium dihasilkan dari fasilitas pemrosesan ulang komersial sedangkan plutonium yang dihasilkan dari pembuatan senjata nuklir sebanyak 250 ton.
\"Untuk membuat rudal nuklir hanya diperlukan lima kilogram plutonium. Bom nuklir yang menghancurkan Nagasaki pada 1945 dengan jumlah korban tewas 50.000 orang hanya mengandung 6,1 kilogram plutonium,\" katanya.
Mengutip Dirjen International Atomic Energy Agency (IAEA), Mohamed El Baradei, Nur Hidayati mengatakan, setiap negara yang memiliki kemampuan pengembangan bahan bakar nuklir secara utuh, dengan alasan apa pun mereka akan mampu membuat senjata nuklir hanya dalam hitungan bulan saja.
\"India, Pakistan, dan Korea Utara telah menggunakan fasilitas sipil mereka untuk mengembangkan senjata nuklir,\" katanya.
Mengingat energi nuklir menimbulkan risiko sangat tinggi terhadap lingkungan dan kehidupan, katanya, Greenpeace akan terus melawan upaya pembangunan PLTN.
\"Solusinya hanya satu, hentikan ekspansi PLTN dan menonaktifkan PLTN yang sudah ada. Gantikan PLTN dengan sumber energi terbarukan,\" kata Nur Hidayati.
Sudah siap
Menurut Suwondo Kusumo, Manajer Komunikasi PLN Distribusi Jawa Tengah/DIYogyakarta, PLN sudah siap melaksanakan pengoperasian nuklir sebagai sumber tenaga listrik, apalagi perusahaan ini baru saja merekrut orang yang kompeten di bidang tenaga nuklir.
Karena itu, kesiapan PT PLN untuk memanfaatkan tenaga nuklir sebagai sumber pembangkit listrik tak perlu diragukan lagi.
Namun demikian ia mengakui, wewenang penggunaan sumber energi itu ada di tangan pemerintah.
Sementara itu Kepala Biro kerjasama, hukum dan humas Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Ferhat Aziz, dalam seminar \"Pembangunan Listrik Tenaga Nuklir, Solusi atau Masalah\", di Semarang, belum lama ini mengatakan, karena cadangan minyak dan gas di Indonesia semakin menipis, maka patut diupayakan pemanfaatan tenaga nuklir, termasuk pemanfaatan bagi energi pembangkit listrik.
Menurut dia, kebutuhan akan listrik di Indonesia diproyeksikan tumbuh sekitar 7,1 persen per tahun, dimana kapasitas listrik terpasang saat ini kurang dari 30.000 megawatt.
\"Pada tahun 2025 kebutuhan listrik di Indonesia diperkirakan akan mencapai sekitar 100 ribu megawatt, sementara cadangan gas alam, minyak bumi dan batu bara di Indonesia mulai menipis dan tidak akan bertahan lama,\" ujarnya.
Sedangkan tenaga nuklir dapat dikatakan akan memperpanjang ketersediaan sumber energi yang dibutuhkan manusia hingga ratusan tahun, karena cadangan uranium dunia relatif masih cukup banyak.
Mengenai pemanfaatan sumber daya energi terbarukan yang ada saat ini, seperti tenaga surya dan air, memang masih bisa ditingkatkan, namun ketersediaan sumber-sumber tersebut sangat terbatas.
Apalagi pemanfaatan sumber-sumber tersebut hingga saat ini masih terbentur pada efisiensi yang rendah dan kapasitas yang masih kecil.
Memang, terdapat beberapa faktor yang patut dipertimbangkan dalam pemanfaatan tenaga nuklir, pertama cadangan bahan bakar fosil kita yang terbatas perlu diamankan untuk generasi mendatang, kedua dibanding pembangkit listrik berbahan bakar fosil, PLTN dinilai lebih bersih karena tidak melepaskan gas buangan apapun ke udara, dan ketiga, secara ekonomis nuklir dapat bersaing dengan pembangkit listrik lain.
Oleh karena itu, katanya, PLTN yang rencananya akan dibangun di Tanjung Muria Jepara jangan sampai ditunda lagi karena kesiapan SDM dan infrastruktur lainnya telah dilakukan sejak jauh-jauh hari.
Sisakan masalah besar
Apakah mungkin tenaga nuklir jika dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit listrik tidak membahayakan terhadap lingkungan sekitarnya? Pertanyaan semacam ini selalu menggelitik tokoh LSM lingkungan hidup dan juga pakar serta pemerhati lingkungan lainnya.
Menurut Guru Besar bidang Toksikologi Lingkungan Unika Soegijapranata, Budi Widianarko, pembangunan PLTN sebenarnya masih menyisakan masalah besar, yaitu limbah radioaktif dan risiko pencemaran.
Ia menuturkan, operasi sebuah PLTN, dari hulu hingga hilir berpotensi menghasilkan aneka macam limbah padat dan cair, sementara pembuangan limbah nuklir tersebut masih terkendala oleh rendahnya penerimaan masyarakat dan sejumlah masalah yang masih membutuhkan pemecahan.
\"Hingga saat ini, di seluruh negara pemilik reaktor nuklir, limbah nuklir masih disimpan dalam tempat penampungan sementara yang rata-rata hanya dapat bertahan sekitar 50 tahun,\" katanya.
Sedangkan seorang pengamat fisika nuklir eksperiman, Iwan Kurniawan, lebih menyoroti pada ketergantungan teknologi dan bahan bakar dari pemasok dari luar negeri dalam pembangunan PLTN.
Apalagi, menurut dia, dewasa ini santer terdengar isu embargo dari negara-negara maju terhadap Indonesia, sementara saat ini belum terjadi alih teknologi dalam operasional PLTN.
Menurut Suwondo Kusumo, sebenarnya di Indonesia sudah ada tenaga nuklir yang dioperasikan, yaitu di Serpong dan di Yogyakarta, akan tetapi bukan sebagai sumber energi listrik melainkan untuk penelitian dan mengubah warna batu.
Mengenai kemungkinan Indonesia menggunakan nuklir, staf pengajar Fakultas Teknik Industri Unika Soegijapranata, Slamet Riyadi, melihat belum ada kesiapan teknis, walaupun penggunakan nuklir akan menghasilkan tenaga yang lebih panjang umur sehingga lebih efisien.
Dengan berbagai sudut pandang ini, ada satu pertanyaan cukup menggelitik, mungkinkan PLTN di Indonesia segera terwujudkan? Kalau \"ya\", kapan? Apalagi Indonesia juga sudah ada tenaga ahli yang kompeten di bidang nuklir.
Mungkin tidak untuk saat ini, namun tidak ada salahnya jika sosialisasi nuklir sebagai sumber tenaga listrik terus dilakukan, termasuk upaya mengatasi limbahnya supaya tidak berbahaya bagi lingkungan dan manusia tentunya.
Alqur'an dan Fisika
Rahasia Besi
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)
Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan.
Penciptaan yang Berpasang-Pasangan
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al Qur'an, 36:36)
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
"…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian "dikirim ke bumi", persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur'an diturunkan. (http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz – Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205)
Relativitas Waktu
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi: "Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)."Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.
Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)
Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan.
Penciptaan yang Berpasang-Pasangan
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (Al Qur'an, 36:36)
Meskipun gagasan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini, cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris, Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini, yang disebut "parité", menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
"…setiap partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … … dan hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap saat, di setiap tempat."
Semua ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan dibawa oleh meteor-meteor melalui ledakan bintang-bintang di luar angkasa, dan kemudian "dikirim ke bumi", persis sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur'an diturunkan. (http://www.2think.org/nothingness.html, Henning Genz – Nothingness: The Science of Empty Space, s. 205)
Relativitas Waktu
Kini, relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya.
Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini berbunyi: "Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)."Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.
Langganan:
Postingan (Atom)